Cropley mengemukakan paling sedikit ada dua cara dalam menggunakan istilah kreativitas. Pertama, kreativitas yang mengacu pada jenis tertentu berpikir atau fungsi mental, jenis ini sering disebut berpikir divergen. Kedua, kreativitas dipandang sebagai pembuatan produk-produk yang di
anggap kreatif seperti karya seni, arsitektur, atau musik. Untuk pembelajaran di sekolah, Cropley mengambil istilah kreativitas yang pertama, danmengadaptasi pendirian ini bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memperoleh ide-ide khususnnya yang asli, bersifat penemuan, dan baru.
Rhodes dalam Munandar mendefinisikan kreativitas sebagai berikut :
“ Kreativitas dapat dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, dan produk. Kreativitas juga dapat ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong (press). Rhodes kemudian menyebut keempat jenis devinisi kreativitas ini sebagai four P’s of creativity: person, process, press, product. Keempat P ini saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif ”.
Dari beberapa definisi kreativitas di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan anak untuk menemukan cara-cara baru dalam pemecahan problem, baik yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni lainnya, yang mengandung suatu hasil yang baru bagi dirinya sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain. Penemuan sesuatu yang baru dapat berupa ide, perbuatan, tingkah laku, karya seni dan lain-lain dimana penemuan ini diperoleh dari pengalamannya baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat.
Indikator-Indikator Kreativitas Anak
Ciri-ciri anak kreatif menurut Torrance ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek kognitif dan afektif. Pertama, aspek kognitif; ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif atau divergen, yang ditandaidengan adanya beberapa keterampilan tertentu, seperti: keterampilan berpikir lancar (fluency), berpikir luwes/fleksibel (flexibility), berpikir orisinal (originality), keterampilan memerinci (elabration), dan keterampilan menilai (evaluation). Makin kreatif seseorang, maka ciri-ciri ini akan melekat pada dirinya.
Adapun menurut rumusan yang dikeluarkan oleh Diknas, bahwa indikator siswa yang memiliki kreativitas, yaitu:
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar,
2. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot,
3. Memberikan banyak gagasan dan usul dalam suatu masalah,
4. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu,
5. Mempunyai dan menghargai rasa keindahan,
6. Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak terpengaruh orang lain,
7. Memiliki rasa humor tinggi,
8. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
9. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah yang berbeda dari orang lain (orisinal),
10. Dapat bekerja sendiri,
11. Senang mencoba hal-hal baru,
12. Mampu mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi).
Dalam menggambar seni rupa khususnya seni lukis, asas-asas menggambar tetap perlu diperhatikan. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Komposisi
Komposisi adalah cara mengatur atau mengorganisasikan unsur-unsur gambar sedemikian rupa, sehingga keseluruhan gambar terlihat harmonis.
2. Keseimbangan
Keseimbangan adalah cara mengatur objek gambar secara serasi dalam bidang gambar, sehingga objek gambar utama terlihat jelas.
3. Proporsi
Proporsi merupakan asas kesebandingan dan kepatutan bentuk. Proporsi dapat dicapai melalui unsur-unsur kesebandingan dengan bentuk lain atau kewajaran visual yang dapat diterima oleh logika.
4. Irama
Irama adalah kesan bergerak sebuah garis, warna, atau bentuk baik secara berulang maupun dinamis, sehingga secara keseluruhan tidak monoton. Dalam menggambar seni rupa yang penulis terapkan, irama dapat dicapai oleh pencampuran warna, bentuk, dan karakter.
5. Aksentuasi
Aksentuasi adalah upaya untuk mengungkapkan unsur pembeda pada satu ungkapan bahasa rupa agar tidak monoton dan membosankan. Aksentuasi dapat dicapai melalui fokus objek gambar, penggunaan warna, kontras atau ketebalan garis.
6. Kesatuan
Kesatuan merupakan paduan dari berbagai unsur bahasa rupa yang membentuk sebuah konsep ketautan dan pengikatan, sehingga menimbulkan kesan satu bentuk yang terkomposisi dengan baik.
Kreativitas Anak |
Menggambar karya seni rupa murni pada hakikatnya sama dengan menggambar yang lain, namun lebih menekankan pada keindahan. Asas-asas menggambar seni lukis di atas merupakan penjelasan menggambar pada umumnya. Dalam penelitian ini dibahas mengenai menggambar seni
rupa khususnya seni lukis bagi siswa sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah, maka baik asas maupun teknik penerapannya di sesuaikan dengan siswa usia SD/MI.
Berikut adalah periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain:
Penyelidikan dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
a. Masa Mencoreng (Scribbling) : 2-4 tahun
b. Masa Prabagan (Preschematic) : 4-7 tahun
c. Masa Bagan (Schematic Period) : 7-9 tahun
d. Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
e. Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
f. Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
Alasan penulis memilih pendapat tokoh ini karena pembagian usia anak lebih lengkap dan dipandang mewakili, sesuai dengan jenjang pendidikan di negara kita, yaitu usia 7 – 12 tahun (SD), 13 – 15 tahun (SMP), dan usia 16 –18 tahun (SMA). Tahap perkembangan menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak sebagai berikut:
a. Masa Mencoreng (Scribbling)
Kesenangan membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini
dapat kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang digoresnya. Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikalatau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan morotik kasar. Kemudian, pada
perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi. Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordinasi antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal, vertical, lengkung,
bahkan lingkaran.
Corengan bernama merupakan tahap akhir masa coreng mencoreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan
telah memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Hal ini dapat digunakan oleh orang tua atau guru pada jenjang pendidikan usia dini (TK) dalam membangkitkan keberanianan anak untuk
mengemukakan kata-kata tertentu atau pendapat tertentu berdasarkan hal yang digambarkannya. Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria. Mereka sangat menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon. Kesenangan menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi.
b. Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period)
Usia anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.
Penempatan dan ukuran objek bersifat subjektif, didasarkan kepada kepentingannya. Jika objek gambar lebih dikenalinya seperti ayah dan ibu, maka gambar dibuat lebih besar dari yang lainnya. Ini dinamakan dengan “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.
c. Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang
dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line).
Penafsiran ruang bersifat subjektif, tampak pada gambar “tembus pandang” (contoh: digambarkan orang makan di ruangan, seakan-akan dinding terbuat dari kaca). Gejala ini disebut dengan idioplastis (gambar terawang, tembus pandang). Misalnya gambar sebuah rumah yang seolah-olah terbuat dari kaca bening, hingga seluruh isi di dalam rumah kelihatan dengan jelas.
d. Masa Realisme Awal (Early Realism)
Pada periode realisme awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan
(komposisi gambar). Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah mulai disadari (aksentuasi). Warna biru langit berbeda dengan biru air laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.
e. Masa Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan menggambar kucing kurang misalnya. Sebagai akibatnya mereka malu
kalau memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.
f. Periode Penentuan (Period of Decision)
Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi
yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan seni dalam kehidupannya sehari-hari.
Untuk menentukan indikator penilaian karya siswa kelas IV sekolah dasar, maka yang perlu dicermati adalah periode masa realisme awal (Early Realism) dimana anak pada usia 9-12 tahun sudah dianggap mampu dalam mencipta karya seni lukis berdasarkan aspek berikut; komposisi yakni kemampuan menyatukan objek dan lingkungan, proporsi atau perbandingan ukuran gambar tetapi dalam tahap ini belum dikuasai sepenuhnya, aksentuasi dalam hal ini adalah penggunaan warna,
keseimbangan gambar dan irama gambar agar tidak terlihat monoton.
0 komentar