Sedangkan sering kita dengar bahwa masa remaja adalah masa yang labil dan cenderung emosional. Seperti yang sudah dijelaskan Sarwono bahwa masa remaja adalah masa yang penuh emosi. Salah satu ciri periode “topan dan badai” dalam perkembangan jiwa manusia ini adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit untuk dikendalikan.
Sarwono menayatakan bahwa emosi yang tak terkendali itu antara lain disebabkan juga oleh konflik peran yang sedang dialami remaja. Ia ingin bebas, tetapi ia masih bergantung kepada orang tua. Ia ingin dianggap dewasa, sementara ia masih diperlakukan seperti anak kecil. Dengan adanya emosi-emosi itu, secara bertahap remaja mencari jalannya menuju kedewasaan, karena reaksi orang-orang di sekitarnya terhadap emosinya akan menyebabkan si remaja belajar dari pengalaman untuk mengambil langkah-langkah terbaik.
Pendekatan fenomenologi dari Rogers konsisten menekankan pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat difahami dari bagaimana dia memandang realita secara subyektif (subjective eperience of reality). Pendekatan ini juga berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan
nasibnya sendiri, bahwa hakekat yang terdalam dari manusia adalah sifatnya yang bertujuan, dapat dipercaya, dan mengejar kesempurnaan diri (purposive, trusthworthy, self-perfecting).
Rogers adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat. Dia membangun teorinya berdasarkan praktik interaksi terapiutik dengan para pasiennya. Karena dia menekankan teorinya kepada pandangan subyektif seseorang, maka teorinya dinamakan “person-centered theory” .
Bagi Rogers, seseorang dapat mengamati realitas melalui keterbatasan dirinya, dan hanya realitas itu yang dianggapnya nyata. Pengamatan dan pengalaman subyektifnyalah yang membentuk realitas serta menjadi landasan bagi segenap tindakannya. Demikianlah dunia yang dialami seseorang dan kepribadiannya.
Rogers percaya bahwa orang memiliki kecenderungan bawaan ke arah pertumbuhan dan kedewasaan. Tetapi kedewasaan ini bukan pasti akan dicapai. Orang mendapatkan pemahaman diri melalui lingkungan psikososial yang suportif. Walaupun orang bebas untuk melatih kontrol atas diri mereka sendiri, mereka harus berjuang untuk dapat mengambil alih tanggung jawab ini bagi diri mereka. Tanggung jawab, seperti halnya cinta, adalah istilah yang sering terdengar dalam analisis humanistik terhadap kepribadian, tetapi jarang terdengar di tempat lain.
Rosyidi menjelaskan bahwa Rogers sangat kuat memegangi asumsinya, bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subyektif, proaktif, heterostatis, dan sukar difahami. Setiap orang memiliki potensi untuk berkembang mencapai aktualisasi diri. desa tempat tinggal subyek bersekolah di madrasah. Selain itu setiap sore anak-anak dan juga remaja di desa ini mengikuti kegiatan TPQ. Materi yang diajarkan di TPQ tidak hanya mengaji al-Qur’an tetapi juga fiqih serta materi-materi keagamaan lainnya. Hal ini tentunya menambah pengetahuan remaja tentang kewajiban-kewajiban ataupun larangan-larangan apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari ketika seorang remaja sudah mengalami menarche.
Jadi pada dasarnya yang membuat seorang remaja merasakan hal-hal negatif saat ia menghadapi menarche (seperti takut, terkejut, sedih, malu, khawatir, dan bingung) bukanlah disebabkan oleh kedatangan menarche itu sendiri. Namun hal ini lebih disebabkan oleh persepsi subjektif serta pembentukan konsep dirinya sendiri.
Pubertas |
Kedua, penyesuaian psikologis (Psychological adjusment) terjadi apabila organisme dapat menampung/mengatur semua pengalaman sensorik sedemikian rupa dalam hubungan yang harmonis dalam konsep diri.
Artinya, saat remaja mampu mengolah dengan baik setiap pengetahuan yang ia terima mengenai menarche, dan kemudian membentuk konsep dirinya dengan baik dari setiap pengetahuan yang ia dapatkan, maka selanjutnya ia akan dapat melewati masa menarche dengan lebih baik.
Sarwono juga menambahkan pengalaman menunjukkan bahwa remaja yang telah mendapat status sosialnya yang jelas dalam usia dini, tidak menampakkan gejolak emosi yang terlalu menonjol seperti rekan-rekannya yang lain yang harus menjalani masa transisi dalam tempo yang cukup panjang. Masalahnya adalah, jika seorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi-situasikritis dalam rangka konflik peran itu karena ia terlalu mengikuti gejolak emosinya, maka besar kemungkinannya ia akan terperangkap masuk ke jalan yang salah. Kasus-kasus penyalahgunaan obat, penyalahgunaan seks, kenakalan remaja yang lain, seringkali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif.
0 komentar